Setidaktidaknya, motor jama'ah yang tersusun rapi, menggambarkan ukhuwah islamiyah, kekokohan bangunan kaum muslimin sebagai "shaffan ka'annahum bunyanun marshush..". Begitu pula, motor jama'ah yang tersusun rapi seperti itu, membawa dampak psikologis bagi jam'ah sehingga mereka rajin menghadiri majelis ilmu, khususnya di tempat itu.
Oleh Prof HM Baharun Salah satu hikmah yang mendasar dari ibadah haji adalah persaudaraan atau ukhuwah. Ketika semua umat Islam berkumpul di Padang Arafah, jamaah yang datang dari segala penjuru dunia itu terdiri atas berbagai bangsa, warna kulit, dan status yang berbeda-beda. Namun, mereka melebur di satu tempat dengan kain yang rata-rata berwarna sama ihram putih untuk merenungi diri dengan doa-doa dalam kebersamaan. Berinteraksi satu dengan lainnya sembari bertukar informasi, saling berkomunikasi, dan bersilaturahim. Pada saat-saat tertentu, saling tolong-menolong menyelesaikan masalah untuk kepentingan bersama melaksanakan manasik bersama, shalat berjamaah, makan dan minum bersama, dengan tujuan yang sama pula. Labbaik Allahumma Labbaik, memenuhi undangan Allah sebagai tamu-Nya yang istimewa Dhuyufurrahman. Dalam suka dan duka perjalanan haji, beragam rintangan dan onak duri mungkin dialami setiap jamaah, yang dalam kebersamaan dan saling tolong-menolong sesamanya itu direspons dengan kesabaran. Suatu pemandangan alam mahsyar yang divisualisasikan dalam drama kolosal wukuf. Wukuf itu sendiri berarti berhenti sejenak untuk merefleksikan diri bersama jamaah haji yang lain. Inilah terasa puncak ritual haji. Kebersamaan dalam haji inilah momentum yang tepat untuk merajut persaudaraan universal ukhuwah Islamiah. Ukhuwah berasal dari kosakata akha – ya’khu – ukhuwwah. Kata ini dengan berbagai derivasinya banyak sekali terdapat di dalam Alquran, baik dalam arti saudara kandung maupun dalam arti saudara lain. Yang berkaitan dengan ukhuwah ini terdapat sekitar 80 ayat dalam berbagai surah. Pada Alquran surah Al-Hujurat [49] ayat 10, misalnya, dinyatakan bahwa antara sesama mukmin adalah ukhuwah kemudian dijelaskan oleh Rasul SAW dalam beberapa sabdanya, di antaranya dengan menggunakan analogi yang mudah dipahami, “Al-Mukmin li al-Mukmin ka al-Bunyan yasyuddu ba’dhuhu ba’dlan” Seorang mukmin terhadap mukmin lainnya itu bagaikan beton bangunan yang saling menguatkan satu dengan lainnya.Rasulullah SAW telah meletakkan batu-bata ukhuwah ini dengan susah payah sejak pascahijrah ke Madinah. Para sahabat dipersaudarakan, antara Muhajirun dan Anshar. Di tengah Muhajirun dan Anshar sendiri, kemudian di antara individual para sahabat. Untuk mempererat persaudaraan yang hakiki, Nabi menikahi putri sahabat dan beliau pun menikahkan putri-putrinya dengan para sahabat dekat, baik dari Bani Hasyim suku Nabi SAW sendiri maupun Bani Umayah. Begitulah persaudaran ini terpelihara sampai pada masa ukhuwah yang hakiki yang telah diteladankan Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya pada 622 Hijriah ini merupakan fenomena luhur yang diabadikan oleh Alquran, misalnya, dalam surah Al-Hasyr [59] ayat 9. Dengan haji ini mestinya kita konkretkan ukhuwah yang sejati. Boleh jadi dalam kebersamaan itu ada perbedaan, tetapi kita sebagai umat yang satu harus satu dalam keyakinan akidah. sumber Pusat Data RepublikaBACA JUGA Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Klik di Sini
ZNEWSID JAKARTA - Semua orang pasti menginginkan masuk surga. Namun, untuk masuk surga tentu tidak mudah, ada banyak tantangan keimanan yang perlu kita hadapi. Kita bisa belajar dari kisah para sahabat nabi yang dijamin Allah masuk surga. Mereka telah mengalami berbagai ujian keimanan dan jihad di jalan Allah. Sejarah Para Sahabat Nabi yang Masuk Surga [] Oleh Ahmad Yusuf Abdurrohman “FAQSHUSHIL qashasa, la’allahum yatafakkarun. Maka, kisahkanlah kisah umat-umat terdahulu mudah-mudahan mereka berfikir.” [1] Itulah ayat pembuka yang sering dibacakan oleh khatib Jum’at kami saat memulai khutbahnya. Intinya, bacalah kisah-kisah tentang para umat yang mendahului kita. Agar kita senantiasa mengambil pelajaran darinya. Jika dalam kisah itu ada kebaikan, hendaklah kita meneladaninya serta mengamalkan seperti apa yang mereka amalkan. Namun, jika di dalamnya ada keburukan maka sudah selayaknya kita memohon pertolongan Allah agar dijauhkan dari perbuatan tersebut. Karena, orang yang baik adalah orang yang tak mau terjatuh dalam lubang yang sama untuk kedua kalinya. Maka, marilah kita kembali membuka lembaran sejarah. Membaca kembali kisah kehidupan generasi terbaik ummat ini. Generasi yang disebutkan oleh Rasulullaj dalam sabdanya; “Sebaik-baik umatku adalah pada masaku. Kemudian orang-orang yang setelah mereka generasi berikutnya, lalu orang-orang yang setelah mereka .” [2] Marilah kita coba membuka lembaran sejarah di tahun pertama hijrahnya umat Islam dari makkah ke Madinah. Di mana ukhuwah ummat ini dimulai. Adalah keinginan Rasulullah saat itu mempersatukan dan memperkuat ikatan ukhuwah ummat ini. Maka dari itu, setelah membangun masjid sebagai poros utama kegiatan Islam dimulailah apa yang dinamakan taakhi’. Jika dilihat dari maknanya, memang benar menjadikan saudara. Dimulailah kisah agung itu, dengan sebuah kisah menakjubkan yang seakan sulit lekang dari ingatan kita. Bagaimana kisah Abdurrahman bin Auf, seorang yang kaya dengan perniagaannya di Makkah. Dan karena cintanya pada Islam, ditinggalkanlah semua yang dimilikinya demi melaksanakan perintah Allah. Hingga hadirlah Sahabat Nabi yang mulia ini tak memiliki apapun ketika sampai di Madinah. Adalah Saad Bin Rabi’ Al Anshari, seorang Ansar yang tergolong kaya di antara penduduk Madinah saat itu. Dialah orang Anshar yang dipersaudarakan oleh Rasulullah dengan Abdurrahman bin Auf. Dia memiliki dua orang istri, dan beberapa harta yang sekiranya dibagi menjadi dua bagian pastilah terbagi rata. Cobalah dengar apa yang diucapkannya saat itu. “Saudaraku, aku memiliki dua orang istri. Maka pilihlah salah satunya, kemudian nikahilah ia. Dan aku juga memiliki sejumlah harta yang akan aku bagi dua denganmu. Terimalah …” Itulah ukhuwah yang diajarkan oleh Sahabat-Sahabat Rasulullah yang mulia. Pernahkah kita membayangkan ada orang yang rela memberikan segala yang dimilikinya untuk diberikan kepada saudara seimannya? Inilah contoh persaudaraan hakiki yang pelu kita contoh dalam kehidupan saat ini. Namun, dengar pula bagaimana Sahabat mulia itu menjawab tawarannya. Ia hanya berkata, “Tunjukkanlah padaku di mana letak pasar di kota ini.” Sa’ad kemudian menunjukkan padanya di mana letak pasar Madinah. Maka mulailah Abdurrahman berniaga di sana. Belum lama menjalankan bisnisnya, ia berhasil mengumpulkan uang yang cukup untuk mahar nikah. Ia pun mendatangi Rasulullah seraya berkata, “Saya ingin menikah, Wahai Rasulullah,” katanya. “Apa mahar yang akan kau berikan pada istrimu?” tanya Rasul SAW. “Emas seberat biji kurma,” jawabnya. Rasulullah bersabda, “Laksanakanlah walimah, walau hanya dengan menyembelih seekor kambing. Semoga Allah memberkati pernikahanmu dan hartamu. [3] Itulah salah satu dari banyaknya kisah tentang ukhuwah yang harus kita teladani. Bacalah kisah-kisah kehidupan, agar dirimu bisa lebih baik menapaki jalanan kehidupan ini. *** Referensi [1] Quran, Surat Al A’raf ayat 176 [2] Shahih Al-Bukhari, no. 3650 [3] Diringkas dari berbagai sumber Qw1A.
  • yplt7a2uhk.pages.dev/241
  • yplt7a2uhk.pages.dev/261
  • yplt7a2uhk.pages.dev/246
  • yplt7a2uhk.pages.dev/140
  • yplt7a2uhk.pages.dev/118
  • yplt7a2uhk.pages.dev/126
  • yplt7a2uhk.pages.dev/315
  • yplt7a2uhk.pages.dev/348
  • yplt7a2uhk.pages.dev/236
  • kisah sahabat nabi yang menggambarkan ukhuwah islamiah